Nikah sirri menurut A.Zuhdi
Muhdlor adalah perkawinan yang dilangsungkan diluar pengetahuan petugas resmi.
Sedangkan menurut Muhamad Saifullah nikah sirri adalah kawin yang dirahasiakan
dengan tujuan agar tidak diketahui oleh orang lain, kawin sirri biasanya
dilakukan dengan motif tertentu yang cenderung negative. Mayoritas ulama mazhab
mengharamkan dan menganggap tidak sah terhadap kawin sirri. Karena perkawinan
itu tidak tercatat di Kantor Urusan Agama dan tidak mempunyai kepastian atau
kekuatan hukum, tetapi sudah sah perkawinannya menurut hukum Islam.
Pada umumnya penyebab terjadinya
perkawinan sirri:
a.
Karena ketaatan kepada orang tua sehingga apa
yang jadi keinginan orang tua akan dilakukan, termasuk dijodohkan dengan
laki-laki atau wanita yang menjadi pilihan orang tuanya walaupun harus menjadi
istri dari kawin sirri.
b.
Faktor agama dan kepercayaan menentukan
keabsahan suatu perkawinan yang menjadi salah satu pendorong timbulnya
perkawinan hanya dilakukan menurut hukum
agamanya saja. Sehingga hanya sah menurut agama saja.
c.
Rendahnya tingkat pendidikan dan kesadaran
hukum. Sehingga mereka lebih cenderung mengawinkan dengan cara agama tanpa
hukum Indonesia. Sehingga mereka tidak memikirkan akibat yang timbul dikemudian
hari
Jika
dilihat kasus yang terjadi pada bupati Aceng Fikri, secara nilai agama apa yang
dilakukan oleh bupati Aceng Fikri tidak ada kesalahan. Karena perkawinan yang
dilakukan bupati Aceng Fikri sah secara agama. Ini sudah sesuai dengan ta’arif
hukum perkawinan Islam pasal 9 yang berbunyi perkawinan wajib dilakukan dengan
ijab dan qobul, yang dinamai aqad nikah. Jadi yang dilakukan aceng sudah
sesuai.
Sedangkan
untuk urusan poligami bupati Aceng Fikri juga tidak sepenuhnya melakukan
kesalahan. Karena dalam ta’arif islam pasal 18 mengatakan bahwa supaya calon
suami tidak beristri lebih dari seorang tetapi seorang suami tidak wajib
mengikuti syarat itu. Sehingga menurut agama bupati Aceng Fikri dapat melakukan
poligami. Selain itu dalam pasal 20 ta’arif islam mengatakan seorang laki-laki
boleh mengawini sebanyak-banyaknya empat orang perempuan dengan syarat sanggup
menafkahi dan berlaku adil. Sehingga dalam nilai agama islam apa yang dilakukan
Aceng Fikri tidak ada hal yang harus dipermasalahkan.
Namun
jika dilihat dari lingkup masyarakat luas, apa yang dilakukan oleh bupati Aceng
Fikri tidak seharusnya dilakukan. Karena Aceng adalah seorang pemimpin dimana
dia harus menjadi teladan bagi masyarakat yang dia pimpin. Ditinjau dari
kedewasaan Fani, Fani juga belum cukup umur untuk menikah karena masih usia
dibawah 18 tahun. Selain itu bupati Aceng Fikri juga menyalahi aturan sebagai
pemimpin daerah sesuai PP no 45/1990 yang mengatur jika Aceng ingin poligami
harus mendapat persetujuan dari atasan jika ingin berpoligami. Sedangkan Aceng
Fikri tidak memohon izin kepada gubernur Jawa Barat untuk melakukan poligami
Sehingga
dalam kehidupan bermasyarakat apa yang dilakukan oleh bupati Aceng Fikri tidak
dapat dijadikan sebagai teladan. Apa yang dia lakukan hanyalah merusak
pencitraan dari pemimpin daerah. Menikahi anak dibawah umur jelas melanggar
undang-undang. Selain itu dengan tidak meminta izin gubernur Jawa Barat, Aceng
Fikri juga kembali melanggar Undang-undang yang ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar