Minggu, 19 Januari 2014

nikah siri

Nikah sirri menurut A.Zuhdi Muhdlor adalah perkawinan yang dilangsungkan diluar pengetahuan petugas resmi. Sedangkan menurut Muhamad Saifullah nikah sirri adalah kawin yang dirahasiakan dengan tujuan agar tidak diketahui oleh orang lain, kawin sirri biasanya dilakukan dengan motif tertentu yang cenderung negative. Mayoritas ulama mazhab mengharamkan dan menganggap tidak sah terhadap kawin sirri. Karena perkawinan itu tidak tercatat di Kantor Urusan Agama dan tidak mempunyai kepastian atau kekuatan hukum, tetapi sudah sah perkawinannya menurut hukum Islam.
Pada umumnya penyebab terjadinya perkawinan sirri:
a.       Karena ketaatan kepada orang tua sehingga apa yang jadi keinginan orang tua akan dilakukan, termasuk dijodohkan dengan laki-laki atau wanita yang menjadi pilihan orang tuanya walaupun harus menjadi istri dari kawin sirri.
b.      Faktor agama dan kepercayaan menentukan keabsahan suatu perkawinan yang menjadi salah satu pendorong timbulnya perkawinan hanya dilakukan  menurut hukum agamanya saja. Sehingga hanya sah menurut agama saja.
c.       Rendahnya tingkat pendidikan dan kesadaran hukum. Sehingga mereka lebih cenderung mengawinkan dengan cara agama tanpa hukum Indonesia. Sehingga mereka tidak memikirkan akibat yang timbul dikemudian hari
                Jika dilihat kasus yang terjadi pada bupati Aceng Fikri, secara nilai agama apa yang dilakukan oleh bupati Aceng Fikri tidak ada kesalahan. Karena perkawinan yang dilakukan bupati Aceng Fikri sah secara agama. Ini sudah sesuai dengan ta’arif hukum perkawinan Islam pasal 9 yang berbunyi perkawinan wajib dilakukan dengan ijab dan qobul, yang dinamai aqad nikah. Jadi yang dilakukan aceng sudah sesuai.
                Sedangkan untuk urusan poligami bupati Aceng Fikri juga tidak sepenuhnya melakukan kesalahan. Karena dalam ta’arif islam pasal 18 mengatakan bahwa supaya calon suami tidak beristri lebih dari seorang tetapi seorang suami tidak wajib mengikuti syarat itu. Sehingga menurut agama bupati Aceng Fikri dapat melakukan poligami. Selain itu dalam pasal 20 ta’arif islam mengatakan seorang laki-laki boleh mengawini sebanyak-banyaknya empat orang perempuan dengan syarat sanggup menafkahi dan berlaku adil. Sehingga dalam nilai agama islam apa yang dilakukan Aceng Fikri tidak ada hal yang harus dipermasalahkan.
                Namun jika dilihat dari lingkup masyarakat luas, apa yang dilakukan oleh bupati Aceng Fikri tidak seharusnya dilakukan. Karena Aceng adalah seorang pemimpin dimana dia harus menjadi teladan bagi masyarakat yang dia pimpin. Ditinjau dari kedewasaan Fani, Fani juga belum cukup umur untuk menikah karena masih usia dibawah 18 tahun. Selain itu bupati Aceng Fikri juga menyalahi aturan sebagai pemimpin daerah sesuai PP no 45/1990 yang mengatur jika Aceng ingin poligami harus mendapat persetujuan dari atasan jika ingin berpoligami. Sedangkan Aceng Fikri tidak memohon izin kepada gubernur Jawa Barat untuk melakukan poligami
                Sehingga dalam kehidupan bermasyarakat apa yang dilakukan oleh bupati Aceng Fikri tidak dapat dijadikan sebagai teladan. Apa yang dia lakukan hanyalah merusak pencitraan dari pemimpin daerah. Menikahi anak dibawah umur jelas melanggar undang-undang. Selain itu dengan tidak meminta izin gubernur Jawa Barat, Aceng Fikri juga kembali melanggar Undang-undang yang ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar