Rabu, 26 Februari 2014

SEJARAH SEPAK BOLA

Sejarah

Sejarah olahraga sepak bola dimulai sejak abad ke-2 dan -3 sebelum Masehi di Cina.[7] Di masa Dinasti Han tersebut, masyarakat menggiring bola kulit dengan menendangnya ke jaring kecil.[7] Permainan serupa juga dimainkan di Jepang dengan sebutan Kemari[8]. Di Italia, permainan menendang dan membawa bola juga digemari terutama mulai abad ke-16.[8]
Sepak bola modern mulai berkembang di Inggris dan menjadi sangat digemari.[7] Di beberapa kompetisi, permainan ini menimbulkan banyak kekerasan selama pertandingan sehingga akhirnya Raja Edward III melarang olahraga ini dimainkan pada tahun 1365.[7] Raja James I dari Skotlandia juga mendukung larangan untuk memainkan sepak bola.[7] Pada tahun 1815, sebuah perkembangan besar menyebabkan sepak bola menjadi terkenal di lingkungan universitas dan sekolah.[7] Kelahiran sepak bola modern terjadi di Freemasons Tavern pada tahun 1863 ketika 11 sekolah dan klub berkumpul dan merumuskan aturan baku untuk permainan tersebut.[8] Bersamaan dengan itu, terjadi pemisahan yang jelas antara olahraga rugby dengan sepak bola (soccer).[8] Pada tahun 1869, membawa bola dengan tangan mulai dilarang dalam sepak bola.[7] Selama tahun 1800-an, olahraga tersebut dibawa oleh pelaut, pedagang, dan tentara Inggris ke berbagai belahan dunia.[7] Pada tahun 1904, asosiasi tertinggi sepak bola dunia (FIFA) dibentuk dan pada awal tahun 1900-an, berbagai kompetisi dimainkan diberbagai negara.[7]

Posisi pemain

Penjaga gawang dalam sepak bola.
Pada dasarnya, satu tim sepak bola terdiri dari 1 orang penjaga gawang, 2-4 orang pemain bertahan, (fullbacks), 2-4 orang pemain tengah, dan 1-4 orang penyerang.[9] Penjaga gawang adalah satu-satunya pemain yang boleh menggunakan tangan untuk melindungi gawang dari serangan lawan.[9] Umumnya, penjaga gawang mengenakan pakaian yang berbeda dengan pemain lainnya.[9] Pemain bertahan memiliki tugas utama untuk menghentikan serangan lawan.[9] Pemain tengah biasanya terdiri dari pemain tengah penyerang yang bermain dekat dengan penyerang dan pemain tengah bertahan yang bermain dekat dengan pemain bertahan.[9] Penyerang memiliki tugas utama untuk mencetak gol ke gawang lawan.[9]
Posisi dasar pemain dapat mengalami modifikasi menjadi berbagai pola atau taktik permainan.[10] Beberapa pola pemain yang sering digunakan dalam berbagai kejuaraan adalah 4-4-2 (paling sering digunakan), 3-4-2-1 (kekuatan terletak di bagian tengah lapangan), serta 4-3-3 (formasi klasik dari tahun 1970-an yang sering digunakan oleh sistem total football Belanda dan Jerman Barat ).[10]

Aturan

Lapangan sepak bola.

Lapangan permainan

Untuk pertandingan internasional dewasa, lapangan sepak bola internasional yang digunakan memiliki panjang yang berkisar antara 100-120 meter dan lebar 65-75 meter.[11] Di bagian tengah kedua ujung lapangan, terdapat area gawang yang berupa persegi empat berukuran dengan lebar 7.32 meter dan tinggi 2.44 meter.[11] Di bagian depan dari gawang terdapat area pinalti yang berjarak 16.5 meter dari gawang.[11] Area ini merupakan batas kiper boleh menangkap bola dengan tangan dan menentukan kapan sebuah pelanggaran mendapatkan hadiah tendangan pinalti atau tidak.[11]

Lama permainan

Lama permainan sepak bola normal adalah 2 × 45 menit, ditambah istirahat selama 15 menit di antara kedua babak.[11] Jika kedudukan sama imbang, maka diadakan perpanjangan waktu selama 2×15 menit, hingga didapat pemenang, namun jika sama kuat maka diadakan adu penalti.[11] Wasit dapat menentukan berapa waktu tambahan di setiap akhir babak sebagai pengganti dari waktu yang hilang akibat pergantian pemain, cedera yang membutuhkan pertolongan, ataupun penghentian lainnya. Waktu tambahan ini disebut sebagai injury time atau stoppage time.[11]
Gol yang dicetak dalam perpanjangan waktu akan dihitung menjadi skor akhir pertandingan, sedangkan gol dari adu penalti hanya menentukan apabila suatu tim dapat melaju ke pertandingan selanjutnya ataupun tidak (tidak mempengaruhi skor akhir).[11] Pada akhir tahun 1990-an, International Football Association Board (IFAB) memberlakukan sistem gol emas (golden gol) atau gol perak (silver gol) untuk menyelesaikan pertandingan.[11] Dalam sistem gol emas, tim yang pertama kali mencetak gol saat perpanjangan waktu berlangsung akan menjadi pemenang, sedangkan dalam gol perak, tim yang memimpin pada akhir babak perpanjangan waktu pertama akan keluar sebagai pemenang.[11] Kedua sistem tersebut tidak lagi digunakan oleh IFAB.[11]

Pelanggaran

Wasit sedang memberikan kartu kuning.
Apabila pemain melakukan pelanggaran yang cukup keras maka wasit dapat memberikan peringatan dengan kartu kuning atau kartu merah.[12] Pertandingan akan dihentikan dan wasit menunjukkan kartu ke depan pemain yang melanggar kemudian mencatat namanya di dalam buku.[12] Kartu kuning merupakan peringatan atas pelanggaran seperti bersikap tidak sportif, secara terus-menerus melanggar peraturan, berselisih kata-kata atau tindakan, menunda memulai kembali pertandingan, keluar-masuk pertandingan tanpa persetujuan wasit, ataupun tidak menjaga jarak dari pemain lawan yang sedang melakukan tendangan bebas atau lemparan ke dalam.[12] Pemain yang menerima dua kartu kuning akan mendapatkan kartu merah dan keluar dari pertandingan.[12]
Pemain yang mendapatkan kartu merah harus keluar dari pertandingan tanpa bisa digantikan dengan pemain lainnya.[12] Beberapa contoh tindakan yang dapat diganjar kartu merah adalah pelanggaran berat yang membahayakan atau menyebabkan cedera parah pada lawan, meludah, melakukan kekerasan, melanggar lawan yang sedang berusaha mencetak gol, menyentuh bola dengan tangan untuk mencegah gol bagi semua pemain kecuali penjaga gawang , dan menggunakan bahasa atau gerak tubuh yang cenderung menantang, pemain yang berposisi sebagai penjaga gawang melakukan hands ball di luar kotak penalti .[12]

Wasit dan petugas pertandingan

Dalam pertandingan profesional, terdapat 4 petugas yang memimpin jalannya pertandingan, yaitu wasit, 2 hakim garis, dan seorang petugas di pinggir tengah lapangan.[13] Wasit memiliki peluit yang menandakan apakah saat berhenti atau memulai memainkan bola.[13] Dia juga bertugas memberikan hukuman dan peringatan atas pelanggaran yang terjadi di lapangan.[13] Masing-masing penjaga garis bertanggung jawab mengawasi setengah bagian dari lapangan.[13] Mereka membawa bendera dengan warna terang untuk menandakan adanya pelanggaran, bola keluar, ataupun offside.[13] Biasanya mereka akan bergerak mengikuti posisi pemain belakang terakhir.[13]
Petugas terakhir memiliki tugas untuk mencatat semua waktu yang sempat terhenti selama pertandingan berlangsung dan memberikan info mengenai tambahan waktu di akhir setiap babak.[13] Petugas ini juga bertugas memeriksa pergantian pemain dan menjadi penghubung antara manajer tim dengan wasit.[13] Dalam beberapa pertandingan, teknologi penggunaan video atau penggunaan orang kelima untuk menentukan ketepatan keputusan wasit mulai digunakan.[13] Misalnya yang menentukan apakah suatu bola telah melewati garis atau apakah seorang pemain berada dalam keadaan offside ketika mencetak gol.[13]

Kejuaraan Internasional

Permainan sepak bola wanita.
Kejuaraan sepak bola internasional terbesar ialah Piala Dunia yang diselenggarakan oleh Fédération Internationale de Football Association (FIFA).[14] Piala Dunia diadakan setiap empat tahun sekali dan dimulai di Uruguay pada tahun 1930.[14] Pencetus ide tersebut adalah Jules Rimet, seorang pengacara dan pengusaha Perancis yang terinspirasi setelah menonton Olimpiade Paris tahun 1924.[14]
Kompetisi international tertua di dunia adalah Copa America yang mempertandingkan tim-tim dalam wilayah Amerika Selatan setiap dua tahun sekali.[15] Copa America pertama kali diadakan tahun 1916 dan diikuti oleh 10 negara yang akhirnya membentuk The South American Football Confederation (Conmebol).[15] Untuk wilayah Amerika Utara, The Confederation of North, Central American and Caribbean Association Football (CONCACAF) menyelenggarakan kompetisi internasional setiap empat tahun sekali yang disebut Piala Emas CONCACAF.[16] Di kawasan Asia, termasuk Australia dan Timor Leste negara-negara yang tergabung dalam Asian Football Confederation (AFC), mengadakan kompetisi internasional pertama tingkat Asia pada tahun 1956 di Hongkong yang disebut Piala Asia.[17] Pada tahun 1960, kompetisi tingkat regional Eropa diadakan untuk pertama kalinya dengan nama European Nations' Cup yang kemudian disebut sebagai UEFA European Championship (Piala Eropa atau EURO).[14] Di wilayah Oseania (meliputi Selandia Baru, dan berbagai Kepulauan Pasifik), kompetisi international setiap dua tahun dimulai sejak tahun 1996 disebut Piala Oseania.[18] Untuk wilayah Afrika, kompetisi Piala Afrika mulai diadakan sejak 1957 di Khartoum.[19]

Sepak bola di Indonesia

Sejarah sepak bola di Indonesia diawali dengan berdirinya Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) di Yogyakarta pada 19 April 1930 dengan pimpinan Soeratin Sosrosoegondo.[20] Dalam kongres PSSI di Solo, organisasi tersebut mengalami perubahan nama menjadi Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia.[20] Sejak saat itu, kegiatan sepak bola semakin sering digerakkan oleh PSSI dan makin banyak rakyat bermain di jalan atau alun-alun tempat Kompetisi I Perserikatan diadakan.[21] Sebagai bentuk dukungan terhadap kebangkitan "Sepakbola Kebangsaan", Paku Buwono X mendirikan stadion Sriwedari yang membuat persepakbolaan Indonesia semakin gencar.[21]
Sepeninggalan Soeratin Sosrosoegondo, prestasi tim nasional sepak bola Indonesia tidak terlalu memuaskan karena pembinaan tim nasional tidak diimbangi dengan pengembangan organisasi dan kompetisi.[21] Pada era sebelum tahun 1970-an, beberapa pemain Indonesia sempat bersaing dalam kompetisi internasional, di antaranya Ramang, Sucipto Suntoro, Ronny Pattinasarani, dan Tan Liong Houw.[21] Dalam perkembangannya, PSSI telah memperluas kompetisi sepak bola dalam negeri, di antaranya dengan penyelenggaraan Liga Super Indonesia, Divisi Utama, Divisi Satu, dan Divisi Dua untuk pemain non amatir, serta Divisi Tiga untuk pemain amatir.[21] Selain itu, PSSI juga aktif mengembangkan kompetisi sepak bola wanita dan kompetisi dalam kelompok umur tertentu (U-15, U-17, U-19,U21, dan U-23).[21]

Lihat pula

Organisasi


Sabtu, 22 Februari 2014

BIOGRAFI ADAM MALIK

Adam Malik Batubara (lahir di Pematangsiantar, Sumatera Utara, 22 Juli 1917 – meninggal di Bandung, Jawa Barat, 5 September 1984 pada umur 67 tahun) adalah mantan Menteri Indonesia pada beberapa Departemen, antara lain ia pernah menjabat menjadi Menteri Luar Negeri. Ia juga pernah menjadi Wakil Presiden Indonesia yang ketiga. Adam Malik ditetapkan sebagai salah seorang Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 6 November 1998 berdasarkan Keppres Nomor 107/TK/1998.[1]

Awal mula

Adam Malik adalah anak dari pasangan Abdul Malik Batubara dan Salamah Lubis.[2][3] Ayahnya, Abdul Malik, adalah seorang pedagang kaya di Pematangsiantar.[2] Adam Malik adalah anak ketiga dari sepuluh bersaudara.[2] Adam Malik menempuh pendidikan dasarnya di Hollandsch-Inlandsche School Pematangsiantar. Ia melanjutkan di Sekolah Agama Madrasah Sumatera Thawalib Parabek di Bukittinggi, namun hanya satu setengah tahun saja karena kemudian pulang kampung dan membantu orang tua berdagang.[2]
Keinginannya untuk maju dan berbakti kepada bangsa mendorong Adam Malik untuk pergi merantau ke Jakarta. Pada usia 20 tahun, ia bersama dengan Soemanang, Sipahutar, Armijn Pane, Abdul Hakim, dan Pandu Kartawiguna memelopori berdirinya Kantor Berita Antara.[3]

Karier

Kariernya diawali sebagai wartawan dan tokoh pergerakan kebangsaan yang dilakukannya secara autodidak. Di masa mudanya, ia sudah aktif ikut pergerakan nasional memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, antara lain melalui pendirian Kantor Berita Antara yang berkantor pada waktu itu di Buiten Tijgerstraat 38 Noord Batavia (Jl. Pinangsia II Jakarta Utara) kemudian pindah JI. Pos Utara 53 Pasar Baru, Jakarta Pusat. Sebagai Direktur diangkat Mr. Soemanang, dan Adam Malik menjabat Redaktur merangkap Wakil Direktur. Dengan modal satu meja tulis tua, satu mesin tulis tua, dan satu mesin roneo tua, mereka menyuplai berita ke berbagai surat kabar nasional. Sebelumnya, ia sudah sering menulis antara lain di koran Pelita Andalas dan Majalah Partindo. Tahun 1941 sebagai utusan Mr. Soemanang bersama Djohan Sjahroezah datang ke rumah Sugondo Djojopuspito minta agar Soegondo bersedia menjadi Direktur Antara, dan Adam Malik tetap sebagai Redaktur merangkap Wakil Direktur.
Pada tahun 1934-1935, ia memimpin Partai Indonesia (Partindo) Pematang Siantar dan Medan. Pada tahun 1940-1941 menjadi anggota Dewan Pimpinan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) di Jakarta. Pada 1945, menjadi anggota Pimpinan Gerakan Pemuda untuk persiapan Kemerdekaan Indonesia di Jakarta.
Di zaman penjajahan Jepang, Adam Malik juga aktif bergerilya dalam gerakan pemuda memperjuangkan kemerdekaan. Menjelang 17 Agustus 1945, bersama Sukarni, Chaerul Saleh, dan Wikana, ia pernah membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Demi mendukung kepemimpinan Soekarno-Hatta, ia menggerakkan rakyat berkumpul di lapangan Ikada, Jakarta.
Mewakili kelompok pemuda, Adam Malik sebagai pimpinan Komite Van Aksi, terpilih sebagai Ketua III Komite Nasional Indonesia Pusat (1945-1947) yang bertugas menyiapkan susunan pemerintahan. Selain itu, Adam Malik adalah pendiri dan anggota Partai Rakyat, pendiri Partai Murba, dan anggota parlemen. Tahun 1945-1946 ia menjadi anggota Badan Persatuan Perjuangan di Yogyakarta. Kariernya semakin menanjak ketika menjadi Ketua II Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), sekaligus merangkap jabatan sebagai anggota Badan Pekerja KNIP. Pada tahun 1946, Adam Malik mendirikan Partai Rakyat, sekaligus menjadi anggotanya. 1948-1956, ia menjadi anggota dan Dewan Pimpinan Partai Murba. Pada tahun 1956, ia berhasil memangku jabatan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) yang lahir dari hasil pemilihan umum.
Karier Adam Malik di dunia internasional terbentuk ketika diangkat menjadi Duta Besar luar biasa dan berkuasa penuh untuk negara Uni Soviet dan Polandia. Pada tahun 1962, ia menjadi Ketua Delegasi Republik Indonesia untuk perundingan Indonesia dengan Belanda mengenai wilayah Irian Barat di Washington D.C, Amerika Serikat. Yang kemudian pertemuan tersebut menghasilkan Persetujuan Pendahuluan mengenai Irian Barat. Pada bulan September 1962, ia menjadi anggota Dewan Pengawas Lembaga di lembaga yang didirikannya,yaitu Kantor Berita Antara. Pada tahun 1963, Adam Malik pertama kalinya masuk ke dalam jajaran kabinet, yaitu Kabinet yang bernama Kabinet Kerja IV sebagai Menteri Perdagangan sekaligus menjabat sebagai Wakil Panglima Operasi ke-I Komando Tertinggi Operasi Ekonomi (KOTOE). Pada masa semakin menguatnya pengaruh Partai Komunis Indonesia, Adam Malik bersama Roeslan Abdulgani dan Jenderal Abdul Haris Nasution dianggap sebagai musuh PKI dan dicap sebagai trio sayap kanan yang kontra-revolusi.
Ketika terjadi pergantian rezim pemerintahan Orde Lama, posisi Adam Malik yang berseberangan dengan kelompok kiri justru malah menguntungkannya. Tahun 1966, Adam disebut-sebut dalam trio baru Soeharto-Sultan-Malik. Pada tahun yang sama, lewat televisi, ia menyatakan keluar dari Partai Murba karena pendirian Partai Murba, yang menentang masuknya modal asing. Empat tahun kemudian, ia bergabung dengan Golkar. Pada tahun 1964, ia mengemban tanggung jawab sebagai Ketua Delegasi untuk Komisi Perdagangan dan Pembangunan di PBB. Pada tahun 1966, kariernya semakin gemilang ketika menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri II (Waperdam II) sekaligus sebagai Menteri Luar Negeri Republik Indonesia di kabinet Dwikora II.
Karier murninya sebagai Menteri Luar Negeri dimulai di kabinet Ampera I pada tahun 1966. Pada tahun 1967, ia kembali memangku jabatan Menteri Luar Negeri di kabinet Ampera II. Pada tahun 1968, Menteri Luar Negeri dalam kabinet Pembangunan I, dan tahun 1973 kembali memangku jabatan sebagai Menteri Luar Negeri untuk terakhir kalinya dalam kabinet Pembangunan II. Pada tahun 1971, ia terpilih sebagai Ketua Majelis Umum PBB ke-26, orang Indonesia pertama dan satu-satunya sebagai Ketua SMU PBB. Saat itu dia harus memimpin persidangan PBB untuk memutuskan keanggotaan RRC di PBB yang hingga saat ini masih tetap berlaku. Karier tertingginya dicapai ketika berhasil memangku jabatan sebagai Wakil Presiden RI yang diangkat oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 1978. Ia merupakan Menteri Luar Negeri RI di urutan kedua yang cukup lama dipercaya untuk memangku jabatan tersebut setelah Dr. Soebandrio. Sebagai Menteri Luar Negeri dalam pemerintahan Orde Baru, Adam Malik berperanan penting dalam berbagai perundingan dengan negara-negara lain termasuk penjadwalan ulang utang Indonesia peninggalan Orde Lama. Bersama Menteri Luar Negeri negara-negara ASEAN, Adam Malik memelopori terbentuknya ASEAN tahun 1967.
Sebagai seorang diplomat, wartawan bahkan birokrat, Adam Malik sering mengatakan “semua bisa diatur”. Sebagai diplomat ia memang dikenal selalu mempunyai 1001 jawaban atas segala macam pertanyaan dan permasalahan yang dihadapkan kepadanya. Tapi perkataan “semua bisa diatur” itu juga sekaligus sebagai lontaran kritik bahwa di negara ini “semua bisa di atur” dengan uang.

Meninggal Dunia

Setelah mengabdikan diri demi bangsa dan negaranya, H.Adam Malik meninggal di Bandung pada 5 September 1984 karena kanker lever. Jenazahnya dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Kemudian, isteri dan anak-anaknya mengabadikan namanya dengan mendirikan Museum Adam Malik. Pemerintah juga memberikan berbagai tanda kehormatan. Atas jasa-jasanya, Adam Malik dianugerahi berbagai macam penghargaan, diantaranya adalah Bintang Mahaputera kl. IV pada tahun 1971, Bintang Adhi Perdana kl.II pada tahun 1973, dan diangkat sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1998.


BIOGRAFI HAMENGKUBUWANA IX

Hamengkubuwana IX


Sri Sultan
Hamengkubuwana IX
Wakil Presiden Indonesia ke-2
Masa jabatan
24 Maret 1973 – 23 Maret 1978
Presiden Soeharto
Didahului oleh Mohammad Hatta
Digantikan oleh Adam Malik
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia ke-1
Masa jabatan
25 Juli 1966 – 17 Oktober 1967
Presiden Soeharto
Didahului oleh Tidak Ada
Digantikan oleh Ali Wardhana
Daftar Wakil Perdana Menteri Indonesia
Masa jabatan
6 September 1950 – 27 April 1951
Presiden Soekarno
Didahului oleh Abdul Hakim
Digantikan oleh Suwiryo
Menteri Pertahanan Republik Indonesia ke-5
Masa jabatan
4 Agustus 1949 – 20 Desember 1949
Presiden Soekarno
Didahului oleh Mohammad Hatta
Digantikan oleh Abdul Halim
Masa jabatan
3 April 1952 – 30 Juli 1953
Presiden Soekarno
Didahului oleh Sukiman Wirjosandjojo
Digantikan oleh Iwa Kusumasumantri
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta ke-1
Masa jabatan
17 Agustus 1945 – 1 Oktober 1988
Presiden Soekarno
Soeharto
Didahului oleh Tidak ada, jabatan baru
Digantikan oleh Paku Alam VIII (Pejabat Gubernur)
Raja Kesultanan Yogyakarta ke-9
Masa jabatan
18 Maret 1940 – 1 Oktober 1988
Didahului oleh Hamengkubuwana VIII
Digantikan oleh Hamengkubuwana X
Informasi pribadi
Lahir 12 April 1912
Bendera Belanda Ngayogyakarta Hadiningrat
Meninggal 2 Oktober 1988 (umur 76)
Bendera Amerika Serikat Washington, D.C., Amerika Serikat
Kebangsaan  Indonesia
Partai politik Non partai
Anak Adipati Anum, dll
Agama Islam
Sri Sultan Hamengkubuwana IX (bahasa Jawa: Sri Sultan Hamengkubuwono IX), lahir di Yogyakarta, Hindia-Belanda, 12 April 1912 – meninggal di Washington, DC, Amerika Serikat, 2 Oktober 1988 pada umur 76 tahun. Ia adalah salah seorang Sultan yang pernah memimpin di Kasultanan Yogyakarta (1940-1988) dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta yang pertama setelah kemerdekaan Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai Wakil Presiden Indonesia yang kedua antara tahun 1973-1978. Ia juga dikenal sebagai Bapak Pramuka Indonesia, dan pernah menjabat sebagai Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka.

iografi

Foto Sultan Hamengku Buwana IX dalam jabatan Wakil Presiden Republik Indonesia (1973-1978).
Lahir di Yogyakarta dengan nama Bendoro Raden Mas Dorodjatun di Ngasem, Hamengkubuwana IX adalah putra dari Sri Sultan Hamengkubuwana VIII dan Raden Ajeng Kustilah. Di umur 4 tahun Hamengkubuwana IX tinggal pisah dari keluarganya. Dia memperoleh pendidikan di HIS di Yogyakarta, MULO di Semarang, dan AMS di Bandung. Pada tahun 1930-an beliau berkuliah di Rijkuniversiteit (sekarang Universiteit Leiden), Belanda ("Sultan Henkie").
Hamengkubuwana IX dinobatkan sebagai Sultan Yogyakarta pada tanggal 18 Maret 1940 dengan gelar "Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Sultan Hamengkubuwana Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Sanga". Ia merupakan sultan yang menentang penjajahan Belanda dan mendorong kemerdekaan Indonesia. Selain itu, dia juga mendorong agar pemerintah RI memberi status khusus bagi Yogyakarta dengan predikat "Istimewa".[1] Sebelum dinobatkan, Sultan yang berusia 28 tahun bernegosiasi secara alot selama 4 bulan dengan diplomat senior Belanda Dr. Lucien Adam mengenai otonomi Yogyakarta. Di masa Jepang, Sultan melarang pengiriman romusha dengan mengadakan proyek lokal saluran irigasi Selokan Mataram. Sultan bersama Paku Alam IX adalah penguasa lokal pertama yang menggabungkan diri ke Republik Indonesia. Sultan pulalah yang mengundang Presiden untuk memimpin dari Yogyakarta setelah Jakarta dikuasai Belanda dalam Agresi Militer Belanda I.

Peran dalam Serangan Umum 1 Maret 1949

[2] Peranan Sultan Hamengkubuwana IX dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 oleh TNI masih tidak singkron dengan versi Soeharto. Menurut Sultan, beliaulah yang melihat semangat juang rakyat melemah dan menganjurkan serangan umum. Sedangkan menurut Pak Harto, beliau baru bertemu Sultan malah setelah penyerahan kedaulatan. Sultan menggunakan dana pribadinya (dari istana Yogyakarta) untuk membayar gaji pegawai republik yang tidak mendapat gaji semenjak Agresi Militer ke-2.
Sejak 1946 beliau pernah beberapa kali menjabat menteri pada kabinet yang dipimpin Presiden Soekarno. Jabatan resminya pada tahun 1966 adalah ialah Menteri Utama di bidang Ekuin. Pada tahun 1973 beliau diangkat sebagai wakil presiden. Pada akhir masa jabatannya pada tahun 1978, beliau menolak untuk dipilih kembali sebagai wakil presiden dengan alasan kesehatan. Namun, ada rumor yang mengatakan bahwa alasan sebenarnya ia mundur adalah karena tak menyukai Presiden Soeharto yang represif seperti pada Peristiwa Malari dan hanyut pada KKN.
Beliau ikut menghadiri perayaan 50 tahun kekuasaan Ratu Wilhelmina di Amsterdam, Belanda pada tahun 1938
Minggu malam 2 Oktober 1988, ia wafat di George Washington University Medical Centre, Amerika Serikat dan dimakamkan di pemakaman para sultan Mataram di Imogiri, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, Indonesia.
Sultan Hamengku Buwana IX tercatat sebagai Gubernur terlama yang menjabat di Indonesia antara 1945-1988 dan Raja Kesultanan Yogyakarta terlama antara 1940-1988.

Silsilah

  • Anak kesembilan dari Sultan Hamengkubuwono VIII dan istri kelimanya RA Kustilah/KRA Adipati Anum Amangku Negara/Kanjeng Alit.
  • Memiliki lima istri:
  1. BRA Pintakapurnama/KRA Pintakapurnama tahun 1940
  2. RA Siti Kustina/BRA Windyaningrum/KRA Widyaningrum/RAy Adipati Anum, putri R.W.purwowinoto, tahun 1943
  3. Raden Gledegan Ranasaputra/KRA Astungkara, putri Raden Lurah Ranasaputra dan Sujira Sutiyati Ymi Salatun, tahun 1948
  4. KRA Ciptamurti
  5. Norma Musa/KRA Nindakirana, putri Handaru Widarna tahun 1976
Mata uang Indonesia yang bergambar Hamengkubuwana IX.
  • Memiliki lima belas putra:
  1. BRM Arjuna Darpita/KGPH Mangkubumi/KGPAA Mangkubumi/Sri Sultan Hamengkubuwono X dari KRA Widyaningrum, menikah dengan Tatiek Drajad Suprihastuti/BRA Mangkubumi/GKR Hemas
  2. BRM Murtyanta/GBPH Adi Kusuma/KGPH Adi Kusuma dari KRA Pintakapurnama, menikah dengan Dr. Sri Hardani
  3. BRM Ibnu Prastawa/KGPH Hadiwinoto dari KRA Widyaningrum, menikah dengan Aryuni Utari
  4. BRM Kaswara/GBPH Adi Surya dari KRA Pintakapurnama, menikah dengan Andinidevi
  5. BRM Arumanta/GBPH Prabu Kusuma dari KRA Astungkara, menikah dengan Kuswarini
  6. BRM Sumyandana/GBPH Joyokusumo dari KRA Windyaningrum
  7. BRM Kuslardiyanta dari KRA Astungkara, menikah dengan Jeng Yeni
  8. BRM Anindita/GBPH Paku Ningrat dari KRA Ciptamurti, menikah dengan Nurita Afridiani
  9. BRM Sulaksamana/GBPH Yudha Ningrat dari KRA Astungkara, menikah dengan Raden Roro Endang Hermaningrum
  10. BRM Abirama/GBPH Chandra Ningrat dari KRA Astungkara, menikah dengan Hery Iswanti
  11. BRM Prasasta/GBPH Chakradiningrat dari KRA Ciptamurti, menikah dengan Lakhsmi Indra Suharjana
  12. BRM Arianta dari KRA Ciptamurti, menikah dengan Farida Indah.
  13. BRM Sarsana dari KRA Ciptamurti
  14. BRM Harkomoyo dari KRA Ciptamurti, menikah dengan Iceu Cahyani
  15. BRM Swatindra dari KRA Ciptamurti
  • Memiliki tujuh putri:
  1. BRA Gusti Sri Murhanjati/GKR Anum dari KRA Pintakapurnama, menikah dengan Kolonel Budi Permana/KPH Adibrata yang menjadi Gubernur Sulawesi Selatan
  2. BRA Sri Murdiyatun/GBRAy Murda Kusuma dari KRA Pintakapurnama, menikah dengan KRT Murda Kusuma
  3. BRA Dr Sri Kuswarjanti/GBRAy Dr. Riya Kusuma dari KRA Widyaningrum, menikah dengan KRT Riya Kusuma
  4. BRA Dr Sri Muryati/GBRAy Dr. Dharma Kusuma dari KRA Pintakapurnama, menikah dengan KRT Dharma Kusuma
  5. BRA Kuslardiyanta dari KRA Ciptomurti
  6. BRA Sri Kusandanari dari KRA Astungkara
  7. BRA Sri Kusuladewi menikah dengan KRT Padma Kusuma Sastronegoro,Kel BESAR Padepokan Gunung Kidul

Pendidikan

  • Taman kanak-kanak atau Frobel School asuhan Juffrouw Willer di Bintaran Kidul
  • Eerste Europese Lagere School (1925)
  • Hogere Burger School (HBS, setingkat SMP dan SMU) di Semarang dan Bandung (1931)
  • Rijkuniversiteit Leiden, jurusan Indologie (ilmu tentang Indonesia) kemudian ekonomi

Jabatan

Sultan Hamengkubuwana IX dalam masa Revolusi Nasional Indonesia sekitar akhir 1940-an.

Pahlawan Nasional

Hamengkubuwana IX diangkat menjadi pahlawan nasional Indonesia tanggal 8 Juni 2003 oleh presiden Megawati Soekarnoputri.


BIOGRAFI MOHAMMAD HATTA

Dr.(H.C) Drs. H. Mohammad Hatta (lahir dengan nama Muhammad Athar, populer sebagai Bung Hatta; lahir di Fort de Kock (sekarang Bukittinggi, Sumatera Barat), Hindia Belanda, 12 Agustus 1902 – meninggal di Jakarta, 14 Maret 1980 pada umur 77 tahun) adalah pejuang, negarawan, ekonom, dan juga Wakil Presiden Indonesia yang pertama. Ia bersama Soekarno memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda sekaligus memproklamirkannya pada 17 Agustus 1945. Ia juga pernah menjabat sebagai Perdana Menteri dalam Kabinet Hatta I, Hatta II, dan RIS. Ia mundur dari jabatan wakil presiden pada tahun 1956, karena berselisih dengan Presiden Soekarno. Hatta juga dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Bandar udara internasional Jakarta, Bandar Udara Soekarno-Hatta, menggunakan namanya sebagai penghormatan terhadap jasa-jasanya. Selain diabadikan di Indonesia, nama Mohammad Hatta juga diabadikan di Belanda yaitu sebagai nama jalan di kawasan perumahan Zuiderpolder, Haarlem dengan nama Mohammed Hattastraat. Pada tahun 1980, ia meninggal dan dimakamkan di Tanah Kusir, Jakarta. Bung Hatta ditetapkan sebagai salah satu Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 23 Oktober 1986 melalui Keppres nomor 081/TK/1986/

Kehidupan awal

Latar belakang

Mohammad Hatta lahir dari pasangan Muhammad Djamil dan Siti Saleha. Ayahnya merupakan seorang keturunan ulama tarekat di Batuhampar, dekat Payakumbuh, Sumatera Barat.[2] Sedangkan ibunya berasal dari keluarga pedagang di Bukittinggi. Ia lahir dengan nama Muhammad Athar pada tanggal 12 Agustus 1902. Namanya, Athar berasal dari bahasa Arab, yang berarti "harum".[3] Ia merupakan anak kedua, setelah Rafiah yang lahir pada tahun 1900. Sejak kecil, ia telah dididik dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang taat melaksanakan ajaran agama Islam. Kakeknya dari pihak ayah, Abdurahman Batuhampar dikenal sebagai ulama pendiri Surau Batuhampar, sedikit dari surau yang bertahan pasca-Perang Padri.[4] Sementara itu, ibunya berasal dari keturunan pedagang. Beberapa orang mamaknya adalah pengusaha besar di Jakarta.
Ayahnya meninggal pada saat ia masih berumur tujuh bulan.[3] Setelah kematian ayahnya, ibunya menikah dengan Agus Haji Ning, seorang pedagang dari Palembang,[5] Haji Ning sering berhubungan dagang dengan Ilyas Bagindo Marah, kakeknya dari pihak ibu. Dari perkawinan Siti Saleha dengan Haji Ning, mereka dikaruniai empat orang anak, yang kesemuanya adalah perempuan.[3]

Pendidikan dan pergaulan

Mohammad Hatta pertama kali mengenyam pendidikan formal di sekolah swasta.[6] Setelah enam bulan, ia pindah ke sekolah rakyat dan sekelas dengan Rafiah, kakaknya. Namun, pelajarannya berhenti pada pertengahan semester kelas tiga.[7] Ia lalu pindah ke ELS di Padang (kini SMA Negeri 1 Padang) sampai tahun 1913,[7] kemudian melanjutkan ke MULO sampai tahun 1917. Selain pengetahuan umum, ia telah ditempa ilmu-ilmu agama sejak kecil. Ia pernah belajar agama kepada Muhammad Jamil Jambek, Abdullah Ahmad, dan beberapa ulama lainnya.[8] Selain keluarga, perdagangan memengaruhi perhatian Hatta terhadap perekonomian. Di Padang, ia mengenal pedagang-pedagang yang masuk anggota Serikat Usaha dan juga aktif dalam Jong Sumatranen Bond sebagai bendahara.[9] Kegiatannya ini tetap dilanjutkannya ketika ia bersekolah di Prins Hendrik School. Mohammad Hatta tetap menjadi bendahara di Jakarta.[10]
Kakeknya bermaksud akan ke Mekkah, dan pada kesempatan tersebut, ia dapat membawa Mohammad Hatta melanjutkan pelajaran di bidang agama, yakni ke Mesir (Al-Azhar).[11] Ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas surau di Batu Hampar yang memang sudah menurun semenjak ditinggalkan Syaikh Abdurrahman. Tapi, hal ini diprotes dan mengusulkan pamannya, Idris untuk menggantikannya.[11] Menurut catatan Amrin Imran, Pak Gaeknya kecewa dan Syekh Arsyad pada akhirnya menyerahkan kepada Tuhan.[12]

Perjuangan & pergerakan

1921-1932: Sewaktu di Belanda

Hatta (pertama dari kanan) bersama para pengurus Perhimpunan Indonesia, pada waktu itu (tahun 1925) Hatta masih berstatus seorang bendahara di situ
Pergerakan politik ia mulai sewaktu bersekolah di Belanda dari 1921-1932. Ia bersekolah di Handels Hogeschool (kelak sekolah ini disebut Economische Hogeschool, sekarang menjadi Universitas Erasmus Rotterdam), selama bersekolah di sana, ia masuk organisasi sosial Indische Vereniging yang kemudian menjadi organisasi politik dengan adanya pengaruh Ki Hadjar Dewantara, Cipto Mangunkusumo, dan Douwes Dekker. Pada tahun 1923, Hatta menjadi bendahara dan mengasuh majalah Hindia Putera yang berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.[13] Pada tahun 1924, organisasi ini berubah nama menjadi Indische Vereniging (Perhimpunan Indonesia; PI).[14]
Pada tahun 1926, ia menjadi pimpinan Perhimpunan Indonesia. Sebagai akibatnya, ia terlambat menyelesaikan studi.[15] Di bawah kepemimpinannya, PI mendapatkan perubahan. Perhimpunan ini lebih banyak memperhatikan perkembangan pergerakan di Indonesia dengan memberikan banyak komentar, dan banyak ulasan di media massa di Indonesia.[15] Setahun kemudian, ia seharusnya sudah berhenti dari jabatan ketua, namun ia dipilih kembali hingga tahun 1930.[16] Pada Desember 1926, Semaun dari PKI datang kepada Hatta untuk menawarkan pimpinan pergerakan nasional secara umum kepada PI,[15] selain itu dia dan Semaun membuat suatu perjanjian bernama "Konvensi Semaun-Hatta". Inilah yang dijadikan alasan Pemerintah Belanda ingin menangkap Hatta.[17] Waktu itu, Hatta belum meyetujui paham komunis. Stalin membatalkan keinginan Semaun, sehingga hubungan Hatta dengan komunisme mulai memburuk.[18] Sikap Hatta ini ditentang oleh anggota PI yang sudah dikuasai komunis.[19]
Pada tahun 1927, ia mengikuti sidang "Liga Menentang Imperialisme, Penindasan Kolonial dan untuk Kemerdekaan Nasional" di Frankfurt.[a] Dalam sidang ini, pihak komunis dan utusan dari Rusia namapak ingin menguasai sidang ini, sehingga Hatta tidak bisa percaya terhadap komunis.[20] Pada waktu itu, majalah PI, Indonesia Merdeka masuk dengan mudah ke Indonesia lewat penyelundupan, karena banyak penggeledahan oleh pihak kepolisian terhadap kaum pergerakan yang dicurigai. [21]
Mohammad Hatta bersama Abdulmadjid Djojohadiningrat, Nazir Datuk Pamuntjak, dan Ali Sastroamidjojo
Pada 25 September 1927, Hatta bersama Ali Sastroamidjojo, Nazir Datuk Pamuntjak, dan Madjid Djojohadiningrat ditangkap oleh penguasa Belanda atas tuduhan mengikuti partai terlarang yang dikait-kaitkan dengan Semaun, terlibat pemberontakan di Indonesia yang dilakukan PKI dari tahun 1926-1927, dan menghasut (opruiing) supaya menentang Kerajaan Belanda. Moh. Hatta sendiri dihukum tiga tahun penjara.[22] Mereka semua dipenjara di Rotterdam.[23] Dia juga dituduh akan melarikan diri, sehingga dia yang sedang memperkenalkan Indonesia ke kota-kota di Eropa sengaja pulang lebih cepat begitu berita ini tersebar.[24]
Semua tuduhan tersebut, ia tolak dalam pidatonya "Indonesia Merdeka" (Indonesie Vrij) pada sidang kedua tanggal 22 Maret 1928.[23] Pidato ini sampai ke Indonesia dengan cara penyelundupan. Ia juga dibela 3 orang pengacara Belanda yang salah satunya berasal dari parlemen. Yang dari parlemen, bernama J.E.W. Duys. Tokoh ini memang bersimpati padanya. Setelah ditahan beberapa bulan, mereka berempat dibebaskan dari tuduhan, karena tuduhan tidak bisa dibuktikan.[25]
Sampai pada tahun 1931, Mohammad Hatta mundur dari kedudukannya sebagai ketua karena hendak mengikuti ujian sarjana, sehingga ia berhenti dari PI; namun demikian ia akan tetap membantu PI.[16] Akibatnya, PI jatuh ke tangan komunis, dan mendapat arahan dari partai komunis Belanda dan juga dari Moskow. Setelah tahun 1931, PI mengecam keras kebijakan Hatta dan mengeluarkannya dari organisasi ini.[26] PI di Belanda mengecam sikap Hatta sebab ia bersama Soedjadi mengkritik secara terbuka terhadap PI. Perhimpunan menahan sikap terhadap kedua orang ini.[27]
Pada Desember 1931, para pengikut Hatta segera membuat gerakan tandingan yang disebut Gerakan Merdeka yang kemudian bernama Pendidikan Nasional Indonesia yang kelak disebut PNI Baru. Ini mendorong Hatta dan Syahrir yang pada saat itu sedang bersekolah di Belanda untuk mengambil langkah kongkret untuk mempersiapkan kepemimpinan di sana. Hatta sendiri merasa perlu untuk menyelesaikan studinya terlebih dahulu. Oleh karenanya, Syahrir terpaksa pulang dan untuk memimpin PNI.[28] Kalau Hatta kembali pada 1932, diharapkan Syahrir dapat melanjutkan studinya.[28]

1932-1941: Pengasingan

Sekembalinya ia dari Belanda, ia ditawarkan masuk kalangan Sosialis Merdeka (Onafhankelijke Socialistische Partij, OSP) untuk menjadi anggota parlemen Belanda, dan menjadi perdebatan hangat di Indonesia pada saat itu. Pihak OSP mengiriminya telegram pada 6 Desember 1932, yang berisi kesediaannya menerima pencalonan anggota Parlemen.[29] Ini dikarenakan ia berpendapat bahwa ia tidak setuju orang Indonesia menjadi anggota dalam parlemen Belanda.[30] Sebenarnya dia menolak masuk, dengan alasan ia perlu berada dan berjuang di Indonesia.[b] Namun, pemberitaan di Indonesia mengatakan bahwa Hatta menerima kedudukan tersebut, sehingga Soekarno menuduhnya tidak konsisten dalam menjalankan sistem non-kooperatif.[31]
Setelah Hatta kembali dari Belanda, Syahrir tidak bisa ke Belanda karena keduanya keburu ditangkap Belanda pada 25 Februari 1934 dan dibuang ke Digul, dan selanjutnya ke Banda Neira.[32] Baik di Digul maupun Banda Neira, ia banyak menulis di koran-koran Jakarta, dan ada juga untuk majalah-majalah di Medan. Artikelnya tidak terlalu politis, namun bersifat lebih menganalisis dan mendidik pembaca. Ia juga banyak membahas pertarungan kekuasaan di Pasifik.[33]
Berkas:Mohammad Hatta 1935 hal 51.jpg
Mohammad Hatta (kedua dari kanan) di Digul semenjak 1935
Semasa diasingkan ke Digul, ia membawa semua buku-bukunya ke tempat pengasingannya. Di sana, ia mengatur waktunya sehari-hari. Pada saat hendak membaca, ia tak mau diganggu. Sehingga, beberapa kawannya menganggap dia sombong.[34] Ia juga merupakan sosok yang peduli terhadap tahanan. Ia menolak bekerja sama dengan penguasa setempat, misalnya memberantas malaria. Apabila ia mau bekerja sama, ia diberi gaji f 7.50 sebulan. Namun, kalau tidak, ia hanya diberi gaji f 2.50 saja.[35] Gajinya itu tidak ia habiskan sendiri. Ia juga peduli terhadap kawannya yang kekurangan.[35]
Di Digul, selain bercocok tanam,[36] ia juga membuat kursus kepada para tahanan. Di antara tahanan tersebut, ada beberapa orang yang ibadah shalat dan puasanya teratur; baik dari Minangkabau maupun Banten. Tapi, mereka ditangkap karena -pada umumnya- terlibat pemberontakan komunis.[37] Pada masa itu, ia menulis surat untuk iparnya untuk dikirimi alat-alat pertukangan seperti paku dan gergaji. Selain itu, dia juga menceritakan nasib orang-orang buangan dalam surat itu. Kemudian, ipar Hatta mengirim surat itu ke koran Pemandangan di Jakarta dan segera surat itu dimuat. Surat itu dibaca menteri jajahan pada saat itu, Colijn.[38] Colijn mengecam pemerintah dan segera mengirim residen Ambon untuk menemui Hatta di Digul. Maka uang diberikan untuknya, Hatta menolak dan ia juga meminta supaya kalau mau ditambah, diberikan juga kepada pemimpin lain yang hidup dalam pembuangan.[36]
Pada 1937, ia menerima telegram yang mengatakan dia dipindah dari Digul ke Banda Neira.[c] Hatta pindah bersama Syahrir pada bulan Februari pada tahun itu, dan mereka menyewa sebuah rumah yang cukup besar. Di situ, ada beberapa kamar dan ruangan yang cukup besar. Adapun ruangan besar itu digunakannya untuk menyimpan bukunya dan tempat bekerjanya.[39]
Sewaktu di Banda Neira, ia bercocok tanam dan menulis di koran "Sin Tit Po" (dipimpin Lim Koen Hian; bulanan ini berhenti pada 1938) dengan honorarium f 75 dalam Bahasa Belanda. Kemudian, ia menulis di Nationale Commantaren (Komentar Nasional; dipimpin Sam Ratulangi) dan juga, ia menulis di koran Pemandangan dengan honorarium f 50 sebulan per satu/dua tulisan.[40] Hatta juga pernah menerima tawaran Kiai Haji Mas Mansur untuk ke Makassar, dia menolak dengan alasan kalaupun dirinya ke Makassara dia masih berstatus tahanan juga.[41] Waktu itu, sudah ada Cipto Mangunkusumo dan Iwa Kusumasumantri. Mereka semua sudah saling mengenal.
Selain itu, di Banda Neira, Hatta juga mengajar kepada beberapa orang pemuda. Anak dr. Cipto belajar tata-buku dan sejarah. Ada juga anak asli daerah Banda Neira yang belajar kepada Hatta. Ada seorang kenalan Hatta dari Sumatera Barat yang mengirimkan dua orang kemenakannya untuk belajar ekonomi dan juga sejarah.[42] Selain itu, dari Bukittinggi dikirim Anwar Sutan Saidi sebanyak empat orang pemuda yang belajar kepada Hatta.[43]
Pada tahun 1941, Mohammad Hatta menulis artikel di koran Pemandangan yang isinya supaya rakyat Indonesia jangan memihak kepada baik ke pihak Barat ataupun fasisme Jepang. Kelak, di zaman Jepang tulisan Hatta dijadikan bahan oleh penguasa Jepang untuk tidak percaya Hatta selama Perang Pasifik.[44] Yang mana, kelak tulisan Hatta dibaca Murase, seorang Wakil Kepala Kenpeitei (dinas intelijen) dan menyarankan Hatta agar mengikuti Nippon Sheisin di Tokyo[45] pada November 1943.[46]

1942-1945: Penjajahan Jepang

Pada tanggal 8 Desember 1941, angkatan perang Jepang menyerang Pearl Harbor, Hawaii. Ini memicu Perang Pasifik, dan setelah Pearl Harbor, Jepang segera menguasai sejumlah daerah, termasuk Indonesia. Dalam keadaan genting tersebut, Pemerintah Belanda memerintahkan untuk memindahkan orang-orang buangan dari Digul ke Australia, karena khawatir kerjasama dengan Jepang. Hatta dan Syahrir dipindahkan pada Februari 1942,[47] ke Sukabumi setelah menginap sehari di Surabaya dan naik kereta api ke Jakarta. Bersama kedua orang ini, turut pula 3 orang anak-anak dari Banda yang dijadikan anak angkat oleh Syahrir.[48]
Setelah itu, ia dibawa kembali ke Jakarta. Ia bertemu Mayor Jenderal Harada. Hatta menanyakan keinginan Jepang datang ke Indonesia. Harada menawarkan kerjasama dengan Hatta. Kalau mau, ia akan diberi jabatan penting. Hatta menolak, dan memilih menjadi penasihat.[49] Ia dijadikan penasihat dan diberi kantor di Pegangsaan Timur dan rumah di Oranje Boulevard (Jalan Diponegoro). Orang terkenal di masa sebelum perang, baik orang pergerakan, atau mereka yang bekerjasama dengan Belanda, diikut sertakan seperti Abdul Karim Pringgodigdo, Surachman, Sujitno Mangunkususmo, Sunarjo Kolopaking, Supomo, dan Sumargo Djojohadikusumo. Pada masa ini, ia banyak mendapat tenaga-tenaga baru. Pekerjaan di sini, merupakan tempat saran oleh pihak Jepang.[50] Jepang mengharapkan agar Hatta memberikan nasehat yang menguntungkan mereka, malah Hatta memanfaatkan itu untuk membela kepentingan rakyat.